Tingkatkan Transparansi Industri Migas Dan Minerba, Pemerintah Luncurkan Laporan Eiti Indonesia Ke-6
Tingkatkan Transparansi Industri Migas Dan Minerba, Pemerintah Luncurkan Laporan Eiti Indonesia Ke-6
Indonesia berkomitmen untuk terus menegakkan prinsip transparansi pada sektor migas dan minerba. Untuk itu, Pemerintah meluncurkan laporan tahunan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) tahun pelaporan 2016. Laporan EITI Indonesia tahun 2016 ini merupakan laporan ke-6 sejak Indonesia menjadi negara pelaksana EITI.
“Laporan ini sesuai dengan standar EITI yang menyaratkan publikasi maksimal 2 tahun berjarak dari tahun berjalan. Laporan ini sebelumnya juga sudah dipublikasikan dan dapat diakses oleh masyarakat pada akhir tahun 2018,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Montty Girianna dalam Peluncuran Laporan EITI Indonesia Tahun Pelaporan 2016 dan Diskusi Publik Transparansi Industri Ekstraktif, Ekonomi Disruptif, dan Prospek Masa Depan Sektor Ekstraktif, Kamis (14/3) di Jakarta.
Standar internasional EITI telah diterapkan di 52 negara yang kaya akan sumber daya migas dan minerba di seluruh dunia. Laporan tahunan EITI berisi informasi rekonsiliasi dan kontekstual atas pembayaran perusahaan dan penerimaan negara dari sektor migas dan minerba.
“Dalam laporan EITI 2016, perbedaan hasil rekonsiliasi antara informasi penerimaan negara dan pembayaran perusahaan ekstraktif adalah di bawah 5 persen. Hal ini menunjukkan sistem pengelolaan penerimaan negara sudah baik karena perbedaan yang ada dalam proses rekonsiliasi relatif cukup kecil,” papar Montty.
Satu terobosan baru dari laporan kali ini adalah mulai dibukanya informasi identitas pemilik manfaat/pengendali sesungguhnya dari perusahaan, atau Beneficial Ownership (BO) Transparansi puluhan data BO dari perusahaan sektor ekstraktif tersebut. Hal ini penting sebagai upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018.
“Sejumlah perusahaan telah melaporkan siapa pemilik manfaat sebenarnya dari perusahaan di Laporan EITI, namun masih diperlukan kajian yang lebih mendalam untuk jaminan kebenaran data tersebut,” kata Montty yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pelaksana Transparansi Industri Ekstraktif.
Dalam perbaikan sistem jaminan data BO, saat ini sedang disusun sistem pelaporan BO yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Nasional Pencegahan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melibatkan lintas Kementerian dan Lembaga.
Selain itu, EITI Indonesia juga telah mempublikasikan roadmap atau peta jalan yang menguraikan rencana kegiatan dan persiapan penting untuk dapat secara penuh melaksanakan kewajiban transparansi informasi tersebut pada tahun 2020.
Kemudian, masyarakat luas kini sudah dapat mengakses informasi seputar industri ekstraktif di Minerba One Map Indonesia (MOMI) dan Portal Data Industri Ekstraktif EITI Indonesia, meski belum semua informasi yang disyaratkan standar EITI sudah dapat diakses oleh publik.
Transparansi industri ekstraktif pun menjadi salah satu faktor penting yang mendukung Indonesia mendapatkan peringkat yang baik dalam Resource Governance Index (RGI) tahun 2017. Negara kita berada di peringkat ke-11 dari 81 negara di dunia. Di kawasan Asia Pasifik, Indonesia di peringkat ketiga, hanya tertinggal dari Australia dan India.
“Indonesia memperoleh penilaian yang baik di pengelolaan penerimaan negara dan transparansi. Walaupun sudah cukup baik, namun upaya transparansi di sektor industri ekstraktif harus semakin ditingkatkan,” tegas Montty Girianna.
Montty juga menerangkan, laporan EITI setiap tahun hanya merekonsiliasi sekitar 100-120 perusahaan di sektor minerba yang menyumbang sekitar 90-94 persen total penerimaan negara di sektor pertambangan.
“Ribuan perusahaan lainnya hanya menyumbang sekitar 6-10 persen bagi total penerimaan negara di sektor minerba. Ke depan, juga diperlukan manajemen yang lebih baik dalam mengelola ribuan perusahaan yang tersebut,” pungkasnya.
Hadir dalam kesempatan ini antara lain perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Keuangan, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia, pelaku usaha industri ekstratif, dan perwakilan masyarakat sipil.