SEKTOR MINERBA
Perizinan di sektor pertambangan Minerba didasari oleh UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara serta PP No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba sebagai peraturan pelaksanaannya.
Kemudian, ada beberapa regulasi turunan dari UU dan PP yaitu antara lain:
- Permen ESDM No. 11 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba. Permen tersebut menjadi peraturan utama dalam perizinan dan kontrak di sektor Minerba. Selain itu, didalamnya disebutkan bahwa dalam menetapkan izin di sektor Minerba digunakan sistem lelang yang diadakan oleh Menteri dan Pemda
- Permen No. 22 Tahun 2018 tentang Perubahan Permen ESDM No. 11 Tahun 2018
- Permen No. 51 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Permen ESDM No. 11 Tahun 2018
Terdapat pula regulasi-regulasi lain yang dijadikan acuan dalam tata kelola perizinan sektor Minerba di Indonesia, diantaranya:
- PP No. 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, dimana berfokus pada penetapan dan penjelasan mengenai Wilayah Pertambangan secara teknis
- Permen ESDM No. 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba. Permen ini telah diubah melalui Permen ESDM No. 50 Tahun 2018
- Permen ESDM No. 43 Tahun 2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang mendasari terbitnya sertifikasi IUP CnC (Clean and Clear)
- PP No. 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pusat yang mengacu bahwa Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi lembaga yang menerima semua pengajuan izin pertama.
Selain itu ada pula Keputusan Menteri yang menjelaskan secara lebih detail mengenai lingkup perizinan dan kontrak Minerba di Indonesia, yaitu:
- Kepmen ESDM No. 1796 K/30/MEM/2018 menjabarkan pedoman permohonan, evaluasi, serta penerbitan izin pada masing-masing komoditas dan kegiatan
- Kepmen ESDM No. 1798 K/30/MEM/2018 menjabarkan pedoman penyiapan, penetapan, dan pemberian WIUP dan WIUPK Minerba yang diubah terakhir melalui Kepmen ESDM No. 24 K/30/MEM/2019
- Kepmen ESDM No. 1801 K/30/MEM/2018 menjelaskan formula dan rumus dari harga kompensasi data informasi WIUP dan WIUPK
- Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 mencakup semua WIUP dan WIUPK di Indonesia tahun 2018
- Kepmen ESDM No. 1805 K/30/MEM/2018 menjelaskan harga kompensasi data informasi dan informasi penggunaan lahan WIUP dan WIUPK tahun 2018
- Kepmen ESDM No. 1825 K/30/MEM/2018 menjabarkan pedoman tanda batas WIUP dan WIUPK
Penetapan Wilayah Pertambangan (WP) sesuai Peraturan Perundang-undangan
Pada perizinan pertambangan Minerba, penetapan WP menjadi hal yang utama dan dilakukan pertama kali. WP merupakan wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara, baik di permukaan tanah maupun bawah tanah, berada di daratan atau laut, dan tidak terikat dengan batasan administrasi Pemerintahan yang merupakan bagian dari rencana tata ruang nasional. Pihak yang melakukan penetapan WP adalah Menteri ESDM berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (gubernur, bupati/walikota). Ada tujuh Kepmen ESDM yang ditetapkan pada 13 Oktober 2017 untuk menetapkan WP di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan Bali, Kepulauan Nusa Tenggara, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua, yaitu:
- Kepmen ESDM No 3669 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Sumatera
- Kepmen ESDM No 3673 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Sulawesi Kepmen ESDM No 3675 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Papua
- Kepmen ESDM No 3674 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepmen ESDM No 3671 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Kepulauan Maluku
- Kepmen ESDM No 3670 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Kalimantan
- Kepmen ESDM No 3672 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Pulau Jawa dan Bali
Gambar : Skema Jenis WP
Hal
|
WUP
|
WPN
|
WPR
|
||||
Definisi
|
Wilayah yang dapat dipergunakan untuk kegiatan pertambangan yang berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang
|
Wilayah yang memiliki potensi pertambangan dan dijadikan sebagai pencadangan negara, biasanya berada di daerah yang dilindungi dan berbatasan dengan negara lain
|
Wilayah maksimal 25 hektar yang memiliki potensi komoditas dan/atau sudah dijadikan kegiatan tambang rakyat sekurang-kurangnya
15 tahun |
||||
Ditentukan oleh
|
Pemerintah Daerah
|
Menteri
|
Pemerintah Daerah
|
||||
Pemberian izin oleh |
Menteri dengan berkoordinasi dengan PemerintahDaerah |
Menteri dengan berkoordinasi dengan PemerintahDaerah, disetujui oleh DPR RI |
Bupati/walikota, berkoordinasi dengan PemerintahProvinsi. |
||||
Jenis Wilayah |
WIUP* |
WIUPK* |
WIUPR |
||||
Jenis Ijin |
IUP |
IUPK |
IPR |
||||
Peruntukkan izin |
Badan usaha, koperasi, perseorangan |
Badan usaha (diprioritaskan kepada BUMN dan BUMD), pemegang kontrak yang ingin melakukan perpanjangan
|
Koperasi, perseorangan |
*untuk WIUP dan WIUPK diberikan setelah berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait kepastian penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan (PP No. 22 Tahun 2010)
Sumber: PP No 22 Tahun 2010
Jenis Perizinan Minerba dalam Peraturan Perundang-Undangan
Sebelum terbitnya UU Minerba, bagi perusahaan (investor) asing, bentuk pengusahaan memakai sistem perjanjian kontrak yang dilakukan antara Pemerintah RI dengan perusahaan yang berdasarkan atas UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Umum Pertambangan. Hal ini dikenal sebagai Kontrak Karya (KK) untuk pertambangan mineral dan Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) untuk pertambangan batubara. Namun setelah adanya UU Minerba tersebut hanya berlaku sistem izin dalam melakukan kegiatan penambangan. Sedangkan KK/PKP2B masih tetap berlaku hingga berakhirnya masa kontrak/perjanjian.
Gambar : Skema jenis perijinan Minerba
Sumber: PP No. 23 Tahun 2010
Pada IUP/IUPK eksplorasi, izin yang diberikan mencakup kegiatan Penyelidikan Umum, Eksplorasi, dan Studi Kelayakan di WP. Sedangkan IUP/IUPK-OP merupakan izin yang diberikan setelah selesai pelaksanaan eksplorasi.
Pada IUP-OPK untuk pengolahan dan/atau pemurnian merupakan izin untuk melakukan kegiatan yang mencakup pembelian, pengangkutan, pengolahan, dan pemurnian termasuk penjualan komoditas hasil olahan. Sedangkan IUP-OPK untuk pengangkutan dan penjualan merupakan izin yang diberikan untuk kegiatan pembelian, pengangkutan, dan penjualan komoditas mineral batubara. IPR adalah izin untuk melakukan kegiatan pertambangan rakyat di WPR. Sedangkan IUJP adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan jasa pertambangan yang berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha pertambangan. IUJP ini diberikan kepada Kontraktor yang mendapatkan pekerjaan dari pemilik tambang (owner) untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan.
Kegiatan |
Jenis Izin |
Masa Berlaku |
Jumlah Maksimal Perpanjangan |
Masa berlaku 1 (satu) kali perpanjangan |
Eksplorasi |
IUP Mineral Logam |
8 Tahun |
- |
- |
IUPK Mineral Logam |
- |
- |
||
IUP Batubara |
7 Tahun |
- |
- |
|
IUPK Batubara |
- |
- |
||
IUP Non Logam Jenis Tertentu |
- |
- |
||
IUP Non Logam |
3 Tahun |
- |
- |
|
IUP Batuan |
- |
- |
||
Operasi Produksi (OP) |
IUP Mineral Logam |
20 Tahun |
2 kali |
10 Tahun |
IUPK Mineral Logam |
||||
IUP Batubara |
||||
IUPK Batubara |
||||
IUP Non Logam Jenis Tertentu |
||||
IUP Non Logam |
10 Tahun |
2 kali |
5 Tahun |
|
IUP Batuan |
5 Tahun |
2 kali |
5 Tahun |
|
Pengolahan Pemurnian |
IUPK |
30 Tahun |
Dapat diajukan berulang kali |
20 Tahun |
Pengangkutan Penjualan |
IUPK |
5 Tahun |
Dapat diajukan berulang kali |
5 Tahun |
Jasa Pertambangan |
IUJP |
5 Tahun |
Dapat diajukan berulang kali |
5 Tahun |
Sumber: Permen ESDM No. 11 Tahun 2018
Rezim Kontrak Minerba
Terbitnya UU Minerba No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU Minerba No. 4 Tahun 2009, sebagai yang tertuang dalam pasal 169 A, rezim kontrak yang berakhir dapat diperpanjang menjadi rezim ijin atau Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perijinan sebagai upaya peningkatan penerimaan negara. Hal ini didukung dengan terbitnya PP No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan / atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara. Dalam hal ini, pemerintah mengatur besaran tarif PNBP secara progresif mengikuti besaran harga batubara acuan (HBA).
Proses Lelang pada WIUP dan WIUPK
Terbitnya UU Minerba No. 4 Tahun 2009 membawa perubahan dalam mekanisme pemberian izin pertambangan yaitu dengan cara lelang kepada Badan Usaha, koperasi, dan perseorangan. Namun, sistem lelang tidak berlaku pada pemegang KK dan PKP2B dalam mendapatkan WIUPK sesuai aturan dalam Permen ESDM No. 11 Tahun 2018. Terdapat sepuluh WIUP dan enam WIUPK yang telah ditetapkan pada tahun 2018 melalui Kepmen ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018. Delapan Blok WIUP Tahun 2018 yang berada di wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Tengah telah dilelang pada tahun 2019 oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, namun dinyatakan gagal oleh karena tidak ada peserta yang memenuhi syarat sesuai yang tertuang dalam Kepmen ESDM Nomor 24 K/30/MEM/2019. Sedangkan WIUPK yang telah ditetapkan tahun 2018 juga telah ditawarkan secara prioritas kepada BUMN/BUMD atau lelang kepada badan usaha swasta pada tahun 2019, namun hingga saat ini masih mengalami penundaan proses/ penetapan oleh karena kendala akibat persoalan hukum dan administrasi.
Berikut alur proses lelang menurut Kepmen ESDM Nomor 24 K/30/MEM/2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyiapan, Penetapan dan Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral dan Batubara:
- Pengumuman Rencana Pelaksanaan Lelang WIUP/WIUPK
- Pengumuman Pelaksanaan Lelang WIUP / WIUPK
- Melakukan Pendaftaran dan Pengambilan Dokumen Lelang
- Memasukan Dokumen Prakualifikasi
- Mengevaluasi Dokumen Prakualifikasi
- Mengumumkan Peserta yang Lolos Prakualifikasi
- Memasukan Penawaran Harga dan Pembukaan Penawaran Harga
- Mengevaluasi Hasil Penilaian dan Penetapan Peringkat
- Mengumumkan Pemenang Lelang
- Masa Sanggah
- Evaluasi dan Jawaban Sanggahan
- Penetapan Pemenang Lelang