Webinar : “Transparansi Beneficial Ownership: Mengapa Penting Bagi Perusahaan Ekstraktif”
Webinar : “Transparansi Beneficial Ownership: Mengapa Penting Bagi Perusahaan Ekstraktif”
Selasa, 14 Desember 2021, Webinar ”Transparansi Beneficial Ownership Mengapa Penting Bagi Perusahaan Ekstraktif”yang diselenggarakan oleh Sekretariat EITI Indonesia (KESDM) sinergi dengan STRANAS PK, KemenkumHAM dan PWYP Indonesia .
Webinar ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perusahaan ekstraktif tentang manfaat pengungkapan Beneficial Ownership (BO) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku dan mendorong pelibatan perusahaan untuk mendiskusikan manfaat, tantangan, dalam mengungkapkan informasi BO dan bagaimana hal tersebut dapat diatasi. Webinar ini dihadiri oleh para pelaku industri ekstraktif, mulai dari perusahaan hingga koperasi, dengan menghadirkan narasumber dari BP Tangguh Hardi Hanafiah, PT Freeport Indonesia Mukhlis Ishak, KUD SUPPME, Yahya Suffyan, serta Open Ownership, Stephen Abbott. Adapun untuk penanggap adalah Direktur Hukum PPATK Fithriadi Muslim, Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM Santun Maspari Siregar, Analis Eksekutif Senior Grup Penanganan APU PPT OJK Marlina Efrida.
Tersedianya informasi beneficial owner dapat memudahkan perusahaan untuk dapat bernegosiasi bisnis dengan lebih transparan dan melakukan due diligence investasi bisnis dengan biaya lebih rendah. Tidak semua perusahaan juga menyadari bahwa transparansi tentang pemilik sebenarnya dapat mengurangi risiko reputasi dan keuangan, ujar Sampe L Purba saat membuka acara webinar.
Mark Robinson selaku Executive Director EITI International Secretariat menyampaikan, pentingnya transparansi beneficial ownership dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan kapasitas dalam mengumpulkan pajak dan dan memobilisasi sumber daya domestik untuk pembangunan dan membuka penerima manfaat industri ekstraktif dapat membangun kepercayaan antara perusahaan dan investor secara terbuka, adil dan kompetitif.
British Petroleum (BP) Tangguh memiliki prinsip kepatuhan pada peraturan yang berlaku dimasing-masing negara diantaranya anti korupsi dan selama ini BP Tangguh menggunakan Counterparty Due Diligence (CDD) sebagai proses untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi yang relevan tentang calon counterparty (supplier, customers, partners, dll), sebagai upaya awal atau mitigasi resiko dalam pencegahan anti korupsi, resiko pencucian uang, Hardi Hanafiah menyampaikan didalam webinar kali ini.
PT. Freeport Indonesia, yang diwakili oleh Mukhlis Ishak dalam hal ini mewakili Indonesian Mining Association (IMA) sebagai keanggotaan Forum Multi Stakeholder Group, menyampaikan pemanfaatan adanya transparansi beneficial ownership terkait meningkatkan investasi dan penerimaan negara maka jawabannya akan beragam karena iklim investasi juga akan terkait kepastian hukum dan berusaha. Transparansi BO akan bermanfaatan selain akuntabilitas, juga baik untuk membangun kepercayaan antar stakeholder. Selain trust, juga terhadap kemampuan keuangan, karena selain pelaku usaha perlu mendapatkan informasi pelaku beneficial ownership agar dapat melakukan tindakan yang tepat untuk melakukan egaggement. Kendala dalam transparansi BO ialah ketidakpahaman terhadap definisi BO hingga hal-hal yang perlu dilaporkan.
KUD SUPPME, Yahya Sufyann yang merupakan salah satunya KUD di Papua Barat yang mengelola minyak bumi pada sumur-sumur tua peninggalan Belanda, yang melibatkan masyarakat pribumi agar masyarakat sejahtera. Koperasi itu adalah punya masyarakat local dan didukung pemerintah prov/kab/kota, dan Pertamina. Diharapkan perlu adanya pembinaan terhadap koperasi dari Pemerintah, untuk membuka kesempatan akses untuk menyampaikan dalam kegiatan berusaha, dan masalah keuangan selain dari perizinan.
Transparansi data BO perusahaan penting untuk iklim investasi yang baik dan akuntabilitas.Sistem data BO yang berkualitas, dapat membantu pihak-pihak yang berwewenang untuk membuka potensi-potensi ekonomi dibelakang informasi-informasi tersebut, ujar Open Ownership, Stephen Abbott.
PPATK menginisiasi sebuah regulasi yang mendorong setiap perusahaan untuk mengetahui pemilik manfaat dan perlu sinergi lintas Kementerian/Lembaga untuk mewujudkan transparansi BO. Industri ekstraktif, berdasarkan hasil National Risk Assessment oleh PPATK terdapat adanya temuan bahwa korporasi lebih beresiko dibanding perorangan dalam melakukan TPPU. Sesuai dengan Perpres 13/ 2018 perlu diidentikasi dalam bentuk korporasi hingga penerima manfaat natural person, jika ada ketidaksesuaian maka ada mekanisme untuk memastikan data tersebut. Walaupun adanya tantangan dalam pengungkapan natural person, ujar Fithriadi Muslim, Dir. Hukum PPATK
Direktur Perdata Kementerian Hukum dan HAM Santun Maspari Siregar. Direktorat Jenderal AHU perlu mendorong untuk meningkatkan jumlah perusahaan untuk mengisi BO korporasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan sinergitas aplikasi antara instansi sesuai dengan tusinya dimana berkumpul dalam satu database BO pada Kemenkumham. Tiga hal penting terkait pemanfaatan transparansi BO: menghindari adanya pencucian uang, mengawal bangsa dari tindakan terorisme oleh korporasi, mengawal bangsa dari tindak pidana korupsi selain Indonesia ikut keanggotaan FATF. Perlu adanya kesadaran fungsi BO lebih baik karena dalam kurun waktu 3 tahun baru 23%, sehingga perlu bersama sama mendorong transparansi BO.
Marlina Efrida, APU PPT-OJK, PJK, didalam paparannya menyampaikan adanya sudah adanya ketentuan beneficial owner di sektor jasa keuangan yaitu PJOK Nomor 23/PJOK.01/2019 tentang penerapan program APU PPT di sektor Jasa keuangan, dimana dalam peraturan tersebut dapat dilakukan identifikasi dan verifikasi BO melalui CDD untuk memastikan calon nasabah, atau WIC yang membuka hubungan usaha atau transaksi bertindak untuk diri sendiri atau kepentingan BO.
Pada closing remarks, Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi menegaskan, bahwa pengelolaan sumber daya alam pada industri ekstraktif di Indonesia bisa dipertanggungjawabkan. Saat ini era digital, di mana seluruh data dan informasi semakin transparan.
“Intinya semakin transparan, karena kita tidak bisa sembunyi, jejak digital sudah tidak bisa kita hapus, apapun walaupun kita sembunyikan, apapun yang ditutup-tutupi akan membuat orang curiga. Dalam forum ini mari kita tunjukkan kepada publik bahwa pengelolaan SDA, industri ekstraktif bisa dipertanggungjawabkan. Karena kita, mengelola barang Tuhan yang harus kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan dan kita tanggungjawabkan kepada masyarakat dan generasi penerus kita ke depan,” pungkas Agus.
Beberapa hal penting didalam diskusi ini diantaranya adalah:
- bagaimana menumbuhkan kepercayaan antara stakeholder untuk menumbuhkan investasi dan perekonomian di Indonesia dari sisi industri ekstraktif
- adanya tantangan yang dihadapi bersama, sehingga dilakukan sinergi antar pelaksana selain instansi dalam melengkapi data BO
- memetakan data kembali untuk korporasi yang tidak aktif , sebagai salah satu parameter pencatatan penerima negara yang sesuai
- Perlu dilakukan upaya-upaya diantara diseminasi, sosialisasi dalam meningkatkan pemahaman transparansi beneficial ownership.