Feedback

Webinar: Memahami Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Ekstraktif di Indonesia.

1 Agustus 2024 14:31:13

Webinar: Memahami Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Ekstraktif di Indonesia.

1 Agustus 2024 14:31:13 Berita 520

Jakarta, 31 Juli 2024 – EITI Indonesia berkolaborasi dengan Pusdatin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia dan Ember Climate, mengadakan webinar bertema "Memahami Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Ekstraktif di Indonesia." Acara ini dihadiri oleh tiga pembicara yang ahli di bidangnya dan bertujuan untuk mengedukasi serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya penghitungan emisi gas rumah kaca (GRK) di sektor pertambangan mineral dan batubara. Selain itu, webinar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor ekstraktif di Indonesia, serta bagaimana keterbukaan data emisi ini sesuai dengan standar EITI 2023, yakni Persyaratan 3.4. Meskipun sifat dari persyaratan ini masih berupa dorongan agar perusahaan mau mengungkapkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai dengan standar pengungkapan utama yang ada, kajian ini menjadi langkah penting bagi Indonesia untuk  mengawali pengungkapan Emisi Gas Rumah Kaca dalam implementasi standar EITI 2023.

Webinar menghadirkan pembicara-pembicara yang ahli di bidangnya, yaitu Dody Setiawan, Senior Analyst Climate and Energy dari Ember Climate, yang mengupas tuntas tentang jejak emisi methane dari perusahaan-perusahaan batubara di Indonesia. Nurhadi, S.T., M.T., dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara, menjelaskan metodologi perhitungan emisi yang digunakan di sektor tambang, serta Mouna Wasef, Head of Research and Advocacy dari PWYP Indonesia, memberikan wawasan tentang kebijakan emisi dan pentingnya transparansi dalam pelaporan emisi.

Indonesia telah berkomitmen mengurangi emisi GRK sebesar 31,89% pada tahun 2030. Dody Setiawan, Senior Analyst Climate and Energy dari Ember Climate, memaparkan rincian teknis mengenai emisi metana tambang batu bara dan langkah-langkah mitigasi yang dapat diambil. Regulasi Indonesia (Permen ESDM No. 22 Tahun 2019) mengharuskan pemerintah dan perusahaan batubara untuk mengembangkan inventaris emisi, termasuk pengukuran emisi metana tambang batubara (CMM). Ada 909 konsesi pertambangan batu bara di Indonesia. Namun, hanya sepuluh perusahaan batu bara yang menguasai setengah dari produksi batu bara di negara ini. Perusahaan-perusahaan ini perlu melaporkan emisi mereka. Sayangnya, hanya empat dari sepuluh perusahaan tambang Batubara terbesar tersebut yang melaporkan, itupun dengan asumsi mengenai faktor emisi yang tidak disertakan. 

Temuan lainnya adalah energi terbarukan telah menjadi jalur penting untuk dekarbonisasi bagi perusahaan batu bara terbesar di Indonesia. Banyak perusahaan telah memulai bisnis energi terbarukan dan dapat memanfaatkan proyek JETP sebesar US$ 97,3 miliar. Beberapa perusahaan seperti ABM Investama, Adaro Energy, Bayan Resources, Bukit Asam, Bumi Resources, Golden Energy Mines, dan Indika Energy telah mendiversifikasi bisnis mereka ke energi terbarukan, kendaraan listrik, dan material kritis. Adaro Energy dan Indika Energy menargetkan Net Zero Emissions (NZE) masing-masing pada 2050 dan 2060. Untuk mencapai target ini, pengelolaan emisi metana menjadi kunci. Upaya diversifikasi ini menunjukkan komitmen perusahaan dalam mendukung transisi energi bersih dan berkelanjutan.

Di dalam webinar juga dibahas mengenai metode pengumpulan data aktivitas dan faktor emisi GRK melalui survei dan pengambilan data dari perusahaan tambang. Nurhadi, S.T., M.T., dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara menjelaskan mengenai proses penghitungan emisi mengikuti pedoman IPCC 2006 dan Refinement IPCC 2019 yang membagi metode perhitungan berdasarkan tingkat ketelitian: Tier-1 menggunakan faktor emisi global, Tier-2 menggunakan data spesifik untuk negara atau pabrik, dan Tier-3 menggunakan metode pengukuran langsung yang lebih akurat. Dari analisis yang dilakukan, ditemukan bahwa tiga tipe perusahaan dengan kapasitas produksi berbeda menunjukkan variasi emisi yang signifikan. Perusahaan A (produksi tinggi) menghasilkan emisi total sebesar 2.005.443 ton CO2eq. Perusahaan B (produksi menengah) dengan emisi sebesar 346.017 ton CO2eq. Perusahaan C (produksi rendah) dengan emisi sebesar 1.343 ton CO2eq. Estimasi total emisi GRK dari sektor pertambangan batubara nasional dihitung berdasarkan riwayat produksi batubara dari tahun 2016-2022. Pada tahun 2022, total emisi mencapai 34.133 Gg CO2eq.

Webinar ini juga menegaskan pentingnya pengukuran dan manajemen emisi GRK, khususnya methane (CH4) yang memiliki dampak iklim jangka pendek dan panjang yang lebih besar dibandingkan CO2. Perusahaan tambang batubara disarankan untuk mencari peluang mitigasi emisi seperti menggunakan teknik pre-mining drainage atau mitigasi ventilation air methane (VAM). Selain itu, diversifikasi bisnis ke proyek-proyek ramah lingkungan seperti energi terbarukan dan kendaraan listrik juga dapat membantu mengurangi risiko ESG dan mempersiapkan diri menghadapi transisi energi yang lebih luas.

Peran Indonesia dalam Upaya Penurunan GRK melalui Pengungkapan Data

Sesi dibuka oleh paparan yang dilakukan oleh Mouna Wasef, yang membahas peran EITI dalam mempromosikan transparansi dan dialog yang dapat membantu negara-negara kaya sumber daya dalam menghadapi tantangan dan peluang yang dihadirkan oleh transisi energi.

Standar EITI 2023 menekankan pentingnya perusahaan untuk mengungkapkan data emisi gas rumah kaca perusahaan sesuai dengan standar pengungkapan yang ada. Hal ini diharapkan dapat mendukung pemahaman yang lebih baik tentang emisi yang terkait dengan operasi perusahaan dan mendorong akuntabilitas terkait komitmen pengurangan emisi. Keterbukaan data ini nantinya juga memberikan informasi yang berharga bagi pemerintah dan warga negara untuk memahami kontribusi sektor ekstraktif terhadap emisi nasional dan memperkuat kredibilitas data emisi yang dipublikasikan oleh pemerintah​.

Komitmen Pemerintah Indonesia dalam pengendalian emisi Gas Rumah Kaca sebenarnya juga telah tertuang di dalam regulasi, yakni pada Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Peraturan Presiden No 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional, sebelum akhirnya dicabut dengan Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Kelanjutan dari keseriusan Pemerintah Indonesia untuk menurunkan GRK juga sudah dilakukan oleh Kementerian ESDM, melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, dengan diterbitkannya Pedoman Penghitungan dan Pelaporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Bidang Energi - Sub Bidang Ketenagalistrikan  pada tahun 2018. Kementerian ESDM menyadari perlunya data inventarisasi GRK di Sub Bidang Ketenagalistrikan untuk dapat menghitung penurunan emisi GRK dalam rangka mendukung pencapaian target nasional. Tidak berhenti di sana, saat ini Kementerian ESDM melalui Direktorat Jendral Mineral dan Batubara, tepatnya di Balai Besar Pengujian Mineral dan Batubara, tengah melakukan Kajian guna pembuatan pedoman inventarisasi GRK sub sektor Minerba sehingga harapannya seluruh badan usaha sub sektor Minerba akan diwajibkan untuk melaporkan inventarisasi GRK sesuai dengan pedoman yang sedang disusun. Ke depan, Data inventarisasi GRK  yang diperoleh nantinya akan diintegrasikan ke dalam database Minerba One.

Terakhir, dengan adanya informasi dari webinar, diharapkan perusahaan tambang di Indonesia dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan emisi GRK mereka, serta berkontribusi pada target penurunan emisi nasional. Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran webinar berikutnya, kunjungi situs resmi Sekretariat EITI Indonesia.

Hasil Kajian Ember Climate dapat  diunduh pada tautan berikut ini, sementara paparan dapat diakses pada tautan ini. Webinar juga duunggah di kanal Youtube Kementerian ESDM RI.

Webinar: Memahami Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor Ekstraktif di Indonesia.