Feedback

Siaran Pers: Perlunya Transparansi Untuk Perbaikan Tata Kelola Di Sektor Minerba

27 September 2018 13:26:48

Siaran Pers: Perlunya Transparansi Untuk Perbaikan Tata Kelola Di Sektor Minerba

27 September 2018 13:26:48 Siaran Pers 159

Siaran Pers: Perlunya Transparansi Untuk Perbaikan Tata Kelola Di Sektor Minerba


Jakarta, 26 September 2018 – Dalam upaya menegakkan prinsip transparansi dan upaya perbaikan tata kelola pada sektor industri ekstraktif (migas dan minerba), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengadakan kegiatan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara dan implikasinya di Hotel Aryaduta. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya yang dilaksanakan untuk memenuhi standar Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) yang saat ini telah dilaksanakan oleh 51 negara, termasuk Indonesia. EITI terus mendorong adanya transparansi tata kelola kekayaan Sumber Daya Alam, termasuk sektor mineral dan batubara (minerba) kepada masyarakat.

 Berdasarkan data EITI tahun 2016, 94 persen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor minerba disumbang oleh 112 perusahaan dari ribuan perusahaan sektor minerba di Indonesia.

 “Perlu dilakukan verifikasi yang lebih baik untuk mendata ribuan perusahaan sektor minerba yang hanya berkontribusi 6 persen PNBP nasional tersebut. Dengan tata kelola yang lebih baik, diharapkan penerimaan negara dari sektor minerba dapat lebih meningkat,” kata Asisten Deputi Industri Ekstraktif, Kemenko Bidang Perekonomian, Ahmad Bastian Halim.

Dalam kebijakan DMO batu bara, Kementerian ESDM telah menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 23/2018 yang mewajibkan 25 persen produksi batubara perusahaan dijual di dalam negeri. Namun dalam perkembangannya, demi mendorong ekspor dan mengurangi defisit neraca perdagangan, Kementerian ESDM telah merevisi Kepmen tersebut menjadi Kepmen 1924/2018 dengan menetapkan tambahan kuota produksi sebesar 100 juta ton untuk ekspor yang tidak dikenakan kewajiban DMO. Sehingga target produksi batu bara yang semula 485 juta ton meningkat menjadi 585 juta ton untuk tahun 2018.

 Di sisi lain, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pembangunan sektor pertambangan disusun dengan semangat untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan agar mendapatkan manfaat yang optimal bagi kepentingan nasional.  Karena itu, terdapat upaya untuk membatasi eksploitasi hasil tambang agar tidak terlalu berlebih.  Kebijakan ini antara lain dilaksanakan dengan melakukan pembatasan produksi batubara pada tingkat produksi sekitar 400 juta ton per tahun, sekaligus menerapkan kewajiban penjualan ke dalam negeri atau DMO dengan target 60 % pada tahun 2019.

 Melalui upaya transparansi, EITI berupaya mendorong perbaikan tata kelola, termasuk kebijakan tentang DMO batu bara. Harapannya agar ada masukan untuk pemerintah dalam menentukan kebijakan sektor minerba ke depan.

  “Dengan adanya diskusi publik, diharapkan dapat memberi masukan, kritik atau opsi-opsi kebijakan, sekaligus mendorong perbaikan tata kelola di sektor industri ekstraktif, tambah Bastian