Feedback

Lokakarya Pengarusutamaan GEDSI dalam Perencanaan Pembangunan untuk Transisi Energi Berkeadilan

28 Oktober 2024 15:35:44

Lokakarya Pengarusutamaan GEDSI dalam Perencanaan Pembangunan untuk Transisi Energi Berkeadilan

28 Oktober 2024 15:35:44 134

Pada Lokakarya yang diadakan di Jakarta pada 24 Oktober 2024, Chandra Sugarda memaparkan langkah strategis untuk mendorong pengarusutamaan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam perencanaan pembangunan guna mencapai transisi energi yang berkeadilan. Acara ini menggarisbawahi pentingnya inklusi sosial dan kesetaraan gender dalam mengatasi kesenjangan energi, baik di tingkat nasional maupun global, sebagai upaya merespons tantangan energi modern yang kompleks.

Lokakarya yang diadakan oleh Sekretariat EITI Indonesia bekerja sama dengan Publish What You Pay (PWYP) Indonesia ini juga menyoroti kesenjangan energi global yang masih tinggi, seperti perbedaan akses energi antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara negara maju dan berkembang. Data dari IEA menunjukkan bahwa sekitar 775 juta orang di dunia masih hidup tanpa akses listrik yang memadai. Tantangan ini diperburuk oleh diskriminasi sosial-ekonomi yang dihadapi perempuan dan kelompok rentan, sehingga membatasi akses mereka terhadap peluang kerja dan partisipasi dalam pengambilan keputusan terkait energi.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, strategi transisi energi yang berkeadilan disusun dengan mempertimbangkan empat aspek utama: sistem energi, ekonomi, sosial budaya, dan pengarusutamaan GEDSI. Dalam kerangka ini, pengarusutamaan GEDSI dianggap sebagai elemen penting yang harus diintegrasikan dalam setiap proses transisi energi, mulai dari perencanaan, penanganan dampak, hingga pembiayaan.

Pendekatan GEDSI dalam transisi energi mencakup:

  1. Energi Berbasis Gender: Mendukung penghematan waktu dan tenaga, kesehatan, dan pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi bagi perempuan dan kelompok rentan.

  2. Faktor Sosial Ekonomi: Menyoroti kesenjangan dalam penggunaan listrik di rumah tangga yang mempengaruhi partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan energi.

  3. Aspek Teknologi: Teknologi energi perlu mempertimbangkan kebutuhan khusus pengguna, terutama kelompok rentan, untuk menjamin akses yang inklusif.

  4. Representasi dalam Tata Kelola Energi: Memastikan partisipasi perempuan dan kelompok rentan dalam proses pengambilan keputusan terkait energi dan teknologi.

Paparan ini juga menampilkan peta jalan kebijakan nasional yang telah mengarahkan pada pengarusutamaan gender dan perubahan iklim, termasuk Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN GPI) yang memiliki lima prioritas utama: pembangunan kapasitas, keseimbangan gender, penguatan kelembagaan, implementasi, dan pemantauan.

Dalam rangka mendukung visi pembangunan Indonesia 2025-2045, lokakarya ini menekankan pentingnya integrasi GEDSI pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program energi, yang mencakup pengentasan kemiskinan energi, pemulihan lingkungan, dan transformasi ekonomi hijau. Dengan pendekatan ini, diharapkan tercipta kebijakan energi yang tidak hanya berkelanjutan, tetapi juga inklusif dan responsif terhadap kebutuhan kelompok-kelompok rentan.

Melalui lokakarya ini, para pemangku kepentingan didorong untuk memperkuat mekanisme pelaporan dan evaluasi, serta mengatasi tantangan dalam penerapan GEDSI, seperti keterbatasan data terpilah, hambatan institusional, dan rendahnya pelibatan pemangku kepentingan. Diharapkan langkah-langkah ini mampu memastikan bahwa transisi energi di Indonesia berjalan dengan prinsip keadilan sosial yang inklusif dan berkelanjutan, sejalan dengan target nasional untuk mencapai ekonomi hijau yang berdaya saing global.

Sesi Diskusi Kedua Lokakarya Dorong Pengarusutamaan GEDSI dalam Transisi Energi Berkeadilan

Sesi kedua dalam lokakarya “Pengarusutamaan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam Transisi Energi” berhasil menjadi wadah produktif untuk menggali manfaat inklusivitas bagi kelompok tereksklusi di sektor energi ekstraktif, melalui penerapan Standar EITI 2023. Diskusi ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan pemerintah, perusahaan energi, LSM, dan masyarakat sipil, yang bersama-sama membahas tantangan, peluang, serta strategi untuk memastikan keterlibatan semua kelompok masyarakat, termasuk perempuan, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan.

Para peserta diskusi mengidentifikasi berbagai tantangan yang dihadapi dalam memastikan kelompok tereksklusi dapat merasakan manfaat nyata dari transisi energi. Beberapa tantangan utama yang muncul di antaranya adalah kesenjangan kapabilitas SDM, lingkungan kerja yang kurang inklusif, serta adanya persepsi kurang mendukung terhadap peran perempuan di sektor energi. Selain itu, masih terdapat ketimpangan dalam akses pelatihan dan rekrutmen yang belum sepenuhnya terbuka untuk kelompok rentan. Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih kuat untuk mendukung pengarusutamaan GEDSI di berbagai tahapan pengambilan keputusan dan operasional sektor energi.

Diskusi kemudian berlanjut dengan pembahasan peluang yang dapat dioptimalkan guna mendukung partisipasi aktif dan keberdayaan kelompok tereksklusi. Salah satu peluang yang diidentifikasi adalah penguatan kapabilitas melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan untuk kelompok rentan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Program belanja sosial dan lingkungan oleh perusahaan ekstraktif juga dinilai dapat mendukung perekonomian masyarakat sekitar, sekaligus memberdayakan UMKM lokal di area tambang dan smelter. Selain itu, transparansi anggaran dan pengakuan atas hak kepemilikan sumber daya alam bagi kelompok rentan dipandang sebagai langkah penting untuk mewujudkan pemerataan manfaat.

Untuk merespons tantangan dan peluang ini, peserta merumuskan strategi jangka pendek dan jangka panjang. Strategi jangka pendek yang disepakati mencakup peningkatan partisipasi aktif perempuan dan penyandang disabilitas dalam program transisi energi, melalui pelatihan khusus dan lingkungan kerja yang lebih inklusif terhadap kesetaraan gender. Sementara itu, strategi jangka panjang meliputi target peningkatan keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan di sektor energi, dengan komitmen perusahaan seperti Pertamina untuk mencapai 20% peran kepemimpinan oleh perempuan, serta pengembangan program pemberdayaan UMKM di sekitar wilayah operasional.

Secara keseluruhan, sesi kedua ini mempertegas pentingnya inklusivitas dan pengarusutamaan GEDSI dalam sektor energi untuk memastikan transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kesepakatan yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kebijakan dan praktik yang lebih inklusif, sehingga manfaat dari transisi energi dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat, terutama mereka yang selama ini tereksklusi.

Sebelumnya, Publish What You Pay (PWYP) Indonesia telah menerbitkan Panduan Pemantauan Implementasi Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) pada Juni 2024. Panduan dapat diunduh pada tautan berikut ini: Panduan GEDSI.pdf - Google Drive

Dokumentasi Foto: PWYP Indonesia