Kegiatan Mendorong Akuntabilitas Sosial Kolaboratif Sektor Minerba
Kegiatan Mendorong Akuntabilitas Sosial Kolaboratif Sektor Minerba
Multi Stakeholder Forum (MSF) yang diselenggarakan oleh Publish What You Pay (PWYP), Gerakan Anti Korupsi (GERAK), POKJA 30, POLGOV Indonesia dan Global Partnership Social Accountability bersama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral secara daring menyelenggarakan diskusi bersama antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Asosiasi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan para perwakilan masyarakat lainnya untuk meningkatkan kolaborasi antar kelompok pemangku kepentingan sehingga dapat memperbaiki Tata Kelola Industri Ekstraktif khususnya di sektor pertambangan (28/01/2022).
Perwakilan POLGOV menyampaikan hasil scoping studi sebagai baseline proyek akuntabilitas sosial sektor pertambangan untuk 3 provinsi yaitu Aceh, Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara dan telah ditemukan adanya konteks kebijakan:
- Regulasi untuk mendorong iklim berinvestasi yang lebih atraktif: Industri ekstraktif menjadi salah satu target penting
- Kritik dan resistensi yang luas dari masyarakat menunjukan adanya persoalan
- Aceh: persepsi re-sentralisasi
- Kaltim: persepsi pengabaian risiko dan beban tambang
- Sultra: persepsi ekspansi tambang tanpa control
- Tata Kelola yang mengedepankan akuntabilitas social menjadi penting untuk membangun kepercayaan publik dan menangani persoalan, beban, dan risiko dampak pertambangan
POKJA 30 di Kalimantan Timur memberikan edukasi warga di area lingkar tambang dan yang terdapat dipelosok warga dibiasakan untuk membuat laporan tertulis ke tingkat nasional, serta diperlukannya dukungan insfrastruktur. Di Sulawesi Tenggara MSF membangun Community Center yang melibatkan masyarakat adat dan perempuan untuk diberikan edukasi menyampaikan laporan tertulis menggunakan aplikasi “LAPOR”.
Perwakilan IDEA aliansi jurnalis Independen Yogyakarta menyampaikan isu gender sangat penting sesuai dengan Standar EITI 2019, kajian tentang dampak pengelolaan Industri Ekstraktif bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya belum banyak dilakukan di Indonesia.
Hasil kajian yang dilakukan oleh IDEA dengan potret “Dampak Tambang Pasir Besi Kulon Progo Bagi Perempuan” adalah:
- Perempuan masih mendapatkan akses informasi level 4 yaitu mendapatkan informasi mengenai pengelolaan tambang pasir besi melalui suami mereka.
- Potensi Kehilangan Sumber Kehidupan yaitu 47% perempuan di wilayah tambang pasir besi kehilangan mata pencaharian di sektor pertanian yang menjadi satu-satu nya pekerjaan mereka
Tiga rekomendasi hasil kajian IDEA berdasarkan persyaratan EITI yaitu:
- Point: 1.4, 7.1 dan 7.4 bahwa kelompok perempuan wajib dilibatkan dalam forum multi stakeholder dan forum lainnya, serta dalam proses monitoring dan evaluasi hasil dari dampak.
- Point: 7.4 bahwa dalam pengelolaan sektor tambang, pemerintah dan perusahaan wajib menjamin perlindungan pada perempuan dan kelompok rentan dari tindak kekerasan dan mempertimbangkan rasa keadilan, kesehatan mental dan budaya.
- Point: 6.3 bahwa dalam merancang program konversi pekerjaan berbasis riset atas kebutuhan dan potensi yang dimiliki perempuan terkait desain dan implementasi program wajib mempertimbangkan aksesibilitas perempuan.
Ketua Harian Forum MSG EITI Indonesia, Bapak Sampe L Purba selaku Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam, KESDM menyampaikan tanggapan bahwa akuntabilitas sosial dalam konteks profit yang sudah bergerak ke level gender dimana suatu penelitian yang luar biasa bagi rekan PWYP. Pertama dalam konteks tata kelola pertambangan memiliki sistem yang sudah disepakati sudah running well dengan baik pada tingkat regulasi, tingkat institusi pusat maupun daerah, tingkat korporasi untuk akuntabilitasnya dan tingkat sosial partisipasi
Tingkat sosial partisipasi dipemerintah menjadi concern sebab bagi pemerintah “the end atau the ultimate beneficial ownership dari pada seluruh kegiatan ini adalah masyarakat”. “Dalam sistem development tools: No One left behind dalam konteks ini adalah poverty eradication sangatlah yang paling penting” Ujar Sampe, kedua adalah dalam sudah ada sistem di tingkat pusat, sistem di tingkat daerah dan sistem di tingkat masyarakat, EITI Indonesia memiliki forum MSG yang mewakili pemerintah dari K/L, korporasi hingga asosiasi dari bagian yang memberikan masukan. Ketiga adalah perwakilan masyarakat seperti PWYP dan rekan-rekan lainnya yang mewakili Society Group, dapat mengambil potret-potret prakteknya di lapangan seperti halnya yang disampaikan oleh perwakilan IDEA merupakan suatu hal yang sangat baik sebagai upaya improvement dan menjadi masukan bagi KESDM.
Keempat, karena kita bekerja secara sistemik, dilevel pusat ada harapan kami mempunyai rekan di pemda yang menjadi bagian forum MSG, sehingga dapat berkolaborasi. Karena pada level pusat perlu adanya implementasi di tingkat korporasi. Saat ini Pemerintah Pusat memiliki blueprint PPM, rencana induk PPM yang akan masuk untuk di implementasi di badan usaha, program PPM tahunan yang termasuk didalamnya terdapat pendampingan dan monitoring serta pelaporan.
Apa yang sudah KESDM lakukan adalah mengimplementasikan Program PPM baik di lingkungan dan di lingkar-lingkar tambang, harapan kami adalah program maupun dana yang asosiated akan menyentuh langsung sampai kepada masyarakat dan apabila ada diperlukan improvement atau peningkatan akan kita lakukan bersama. Ada 3 hal kolaboratif harus dimakna:
- Berkolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat untuk kesatuan.
- Berkolaborasi supaya korporasi kita bisa bekerja lebih baik mengimplementasikan PPM di daerah.
- Kolaboratif dalam konteks international bahwa saat ini kita sudah mengarah kepada transisis energi.