Feedback

High Level Meeting “pentingnya Data Beneficial Ownership Untuk Kemudahan Transparansi Bisnis Industri Ekstrsktif Di Indonesia”

11 September 2023 16:59:28

High Level Meeting “pentingnya Data Beneficial Ownership Untuk Kemudahan Transparansi Bisnis Industri Ekstrsktif Di Indonesia”

11 September 2023 16:59:28 Sosialisasi dan Acara 282

High Level Meeting “pentingnya Data Beneficial Ownership Untuk Kemudahan Transparansi Bisnis Industri Ekstrsktif Di Indonesia”

Jakarta 6 September 2023 Kementerian ESDM melaksanakan High level Meeting Beneficial Ownership, kegiatan ini bertujuan untuk membahas mekanisme pengumpulan, verifikasi dan pertukaran data dan pemanfaatan data BO bagi proses antar instansi. Pada acara High Level Meeting ini dihadiri oleh Sekjen KESDM, Kapusdatin ESDM, Biro KLIK ESDM, Pusdatin ESDM, Ditjen Migas, Ditjen Minerba, DJP Kemenkeu, AHU Kemenkumham, KSP, Kemenko Marves, OJK, IMA, IPA, Transparansi Indonesia dan PWYP Indonesia.

Sekjen ESDM Tegaskan Pentingnya Data Beneficial Ownership Untuk Kemudahan Transparansi Bisnis, Indonesia sebagai salah satu negara pelaksana Extractive Industries Transparency Initiative (EITI), dimana salah satu requirement dalam standar EITI global adalah prinsip keterbukaan informasi beneficial ownership (BO) atau pemilik manfaat.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana dalam sambutannya tegaskan pentingnya pemanfaatan dan pencatatan data pemilik manfaat (beneficial ownership) di sektor energi. Hal itu disampaikan Dadan dalam acara High-Level Meeting tentang Transparansi Kepemilikan Manfaat (Beneficial Ownership Transparency), di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (6/9).

Dadan menuturkan, tidak tersedianya informasi beneficial owner dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan. Hal ini karena, ketiadaan informasi tersebut menyebabkan keterbatasan informasi dengan siapa perusahaan berbisnis.

“Tersedianya informasi beneficial owner dapat memudahkan perusahaan untuk dapat bernegosiasi bisnis dengan lebih transparan dan melakukan due diligence (uji kelayakan) investasi bisnis dengan biaya lebih rendah,” ujar Dadan.

Standar transparansi global tersebut mensyaratkan negara-negara pelaksana untuk menyediakan secara publik, daftar registrasi serta daftar perusahaan ekstraktif dengan pemilik manfaat dari entitas perusahaan, yaitu yang memegang hak partisipasi dalam lisensi atau kontrak eksplorasi atau produksi, termasuk identitas pemilik manfaat, tingkat kepemilikan dan rincian tentang bagaimana kepemilikan pemilik manfaat tersebut atas perusahaan ekstraktif.

Dadan menjelaskan, kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Dan Indonesia telah menyepakati sejumlah komitmen global diantaranya dengan implementasi rekomendasi Financial Action Task Force (TATF) mengenai Beneficial Ownership untuk korporasi dan legal arrangement, serta Indonesia menjadi anggota Asian Pacific Group on Money Laundering (APG).

“Kementerian ESDM juga membuat aplikasi data beneficial ownership atau penerima manfaat dari perusahaan pertambangan yang terintegrasi dengan aplikasi BO Direktorat Jenderal AHU, Kementerian Hukum dan HAM dan data Nomor Pokok Wajib Pajak milik Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan,” tambahnya.

Beneficial ownership juga menjadi salah satu aksi pencegahan korupsi nasional yang dalam dua tahun ke depan akan difokuskan untuk meningkatkan kualitas data BO serta pemanfaatan untuk perizinan, pengadaan barang/jasa dan penanganan perkara.

Selain itu, Dadan mengatakan, tantangan dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana pendanaan terorisme adalah pengungkapan dari pemilik manfaat korporasi. “Dengan pengungkapan pemilik manfaat (benefical ownership) akan menutup celah tindak kejahatan tersebut,” tutupnya.

Pada kesempatan selanjutnya dianjutkan dengan diskusi terkait pemandataan data BO yang menjadi narasumber pada kesempatan ini adalah Kapusdatin ESDM, Perwakilan AHU Kemenkumham, Sekjen Transparansi Indonesia dan Direktur Teknis EITI Internasional.

Kapusdatin menyampaikan “Kita sudah memanfaatkan data BO yang sudah ada, saat ini badan usaha melaksanakan kewajibannya dan kepatuhannya dalam implementasi di perizinan pertambangan, selain itu Risiko berusaha dari perizinan diperluas ke kementerian yang lain sehngga semua dapat berbagi pakai dalam pemanfaatn data BO”. Ujar Agus Cahyono

Perwakilan Kemenkumham menyampaikan “sudah ada data pelaporan BO sebanyak 974.268 dari total 2.808.823 korporasi yang berarti sudah 34,68% berdasarkan Direktorat Perdata 2023. Selain itu juga terdapat Pemblokiran Korporasi yang belum melaporkan data BO sebanyak 1.142.005 per Februari 2023” Ujar Rahayu

Terkait akses data Pemilik Manfaat Kementerian ESDM sudah mengakses data ke AHUsebanyak 3.694.569 itu merupakan Kementerian/Lembaga (K/L) yang terbanyak diantara K/L yang sudah bekerja sama dengan AHU Kemenkumham. “Kementerian ESDM Sudah integrasi aplikasi baik dari pemanfaatan data AHU maupun pengiriman data update dari ESDM ke AHU (per 11 Agustus 2023 sudah terdapat 3892 PT yg masuk data BO ke AHU)” Tambahnya

Selanjutnya Rahayu juga menjelaskan “alur proses Integrasi Ditjen AHU dengan ESDM, pada Kementerian ESDM yang pertama yaitu melakukan pengecekan apakah korporasi sudah melaporkan data BO atau belum, melalui API request data BO, kedua jika belum ada, korporasi diwajibkan mengisi data BO pada aplikasi ESDM, kemudian ESDM akan mengirimkan data BO tersebut ke AHU melalui API kirim data BO. Selanjutnya jika sudah ada, korporasi diberikan pilihan untuk melakukan pembaruan data BO pada aplikasi ESDM atau tidak melakukan pembaruan, pembaruan data BO kemudian akan dikirimkan ke AHU melalui API kirim data BO.” Tutupnya

Terkait dengan pengoperasi terbesar di Indonesia berapa persen yang terkait dengan status orang terkaya di Indonesia, ini akan jadi banyak pertanyaan tetapi tentu tidak mudah kalau datanya terbatas. Namun akan mendorong bahwa transparan BO itu sebetulnya menjadi kewajiban dan sebenarnya tidak terlalu sulit secara teknis. Karena dapat mengetahui pemilik penguasa perekonomian di Indonesia yang sebetulnya penguasa terbesar perekonomian Indonesia itu bisa dihitung. Ujar Danang

Sehingga kita dapat memetakan dan identifikasi ada yang berbisnis di  properti, berbisnis di perkebunan, di pertambangan. Perkebunan atau sawit misalnya perusahaan tersebut hanya beberapa perusahaan saja, sebetulnya jika semuanya besar-besar bisa didorong transparan BO-nya. Tetapi kita tidak tahu apakah penyampaian data BO sampai level perorangan  dapat menjadi sebuah kewajiban tetapi itu harusnya bisa mencerminkan ya kondisi perekonomian mereka itu.

Tantangannya bagi kita semuanya bagaimana kita mendorong sebetulnya proses BO ini memasukkan sebenarnya secara keseluruhan. Tambahnya

Sehingga nanti dapat dilihat dari Area Pertambangan dan dimiliki oleh siapa ini, kenapa tidak terjadi reklamasi dengan benar di area pertambangan tersebut, sehingga problem yang terjadi jangan sampai lempar tanggung jawab Siapa pemimpin atau nama BO-nya atau di sisi lain mungkinkah antara perusahaan yang mendapatkan konsesi di wilayah yang sama itu juga sangat sulit. Karena pemilik utama yang tidak ketahuan lalu kemudian akhirnya saling Claim konsesi dan itu menjadi sumber konflik yang yang satu menggambar investasi dan juga berdampak pada kesalahan-kesalahan lain misalnya seperti perpajakannya. Tutupnya

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan terkait pembukaan data BO tidak mudah dilakukan karena harus mampu mengidentifikasi dan memverifikasi BO dari setiap calon nasabah atau nasabahnya. Hanya saja memang kami selaku Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur banyak keuangan menerima banyak masukan karena Trans skema Identifikasi dan verifikasi yang selama ini dilakukan perbankan dan industri lain itu hanya mengandalkan deklarasi. 

Bank selalu menganggap bahwa calon nasabah atau nasabah korporasi ini memiliki itikad baik yang pasti menyampaikan atau mendeklarasikan BO-nya secara benar. Yang dibutuhkan oleh pihak perbankan dan industri lain adalah data yang dikeluarkan oleh otoritas terkait misalnya untuk memvalidasi data calon nasabah korporasi A, ketika perbankan ingin memvalidasi apakah betul di database yang dikeluarkan negara itu BO dari korporasi A sebagaimana yang mereka deklarasikan atau tidak. 

Ternyata itu banyak sekali perbedaan karena banyak yang mereka temukan apa yang dideklarasikan kepada perbankan dengan apa yang dideklarasikan kepada KEMENKUMHAM itu ternyata berbeda. Karena mungkin yang mendeklarasikannya berbeda kalau yang di Kemenkumham melalui akte perusahaan mungkin yang mendeklarasikannya bisa jadi notaris, tetapi ke perbankan orang yang dikuasakan untuk membuka rekening. 

Sehingga memang ada ketidaksesuaian, oleh karena itu apabila misalnya setiap sektor pengampu masing-masing korporasi sesuai sektornya, misal di ESDM sebagai pengampu transparansi BO untuk perusahaan di sektor Industri Ekstraktif. Untuk database ESDM diberikan ke KEMENKUMHAM dan data yang di AHU online adalah data yang sudah divalidasi oleh ESDM begitu pun untuk sektor-sektor yang lain, jadi ketika perbankan ingin melakukan validasi satu pintu di KEMENKUMHAM itu datanya sudah divalidasi oleh pengampu di masing-masing Kementerian. Tutupnya