Feedback

Extractive Transparency Day 2024: Peluang, Tantangan, dan Jalan Menuju Transparansi pada Tata Kelola Industri Ekstraktif

29 November 2024 10:54:12

Extractive Transparency Day 2024: Peluang, Tantangan, dan Jalan Menuju Transparansi pada Tata Kelola Industri Ekstraktif

29 November 2024 10:54:12 Berita 110

Semarang menjadi tempat pelaksanaan Extractive Transparency Day Tahun 2024, ”Masa Depan Industri Ekstraktif: Tata Kelola Berkelanjutan untuk Generasi Emas 2045”. Acara ini berlangsung di Universitas Diponegoro (UNDIP) pada Kamis, 21 November, serta dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, perwakilan perusahaan, akademisi, masyarakat sipil, masyarakat daerah penghasil hingga mahasiswa. Dalam forum ini, masing-masing narasumber berbagi sudut pandang mereka mengenai peluang, tantangan, dan solusi dalam menciptakan tata kelola industri yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan transparan.

Industri ekstraktif, seperti tambang mineral, batubara, dan migas, telah menjadi sektor strategis bagi perekonomian Indonesia. Namun, sektor ini tidak lepas dari kontroversi terkait dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat lokal. 

Gita Mahyarani dari Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) menjelaskan bahwa sektor ini menyumbang besar terhadap pendapatan negara dan pemenuhan kebutuhan energi. Gita menjelaskan bahwa sektor batubara adalah industri dengan regulasi yang sangat ketat untuk meminimalisir dampak-dampak negatif yang diakibatkan dari kegiatan pertambangan batubara. Perusahaan harus mematuhi tujuh kewajiban perpajakan di tingkat pusat dan lima kewajiban di tingkat daerah, serta berbagai program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah tambang. Selain itu, mereka juga wajib mematuhi regulasi lingkungan dan sosial yang diatur oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Perusahaan-perusahaan tambang anggota APBI-ICMA juga telah berupaya meningkatkan transparansi, termasuk dengan berpartisipasi aktif dalam pelaporan Extractive Industries Transparency Initiative (EITI). Namun, Gita mengakui bahwa proses menuju tata kelola yang sepenuhnya transparan masih panjang. Ditambah lagi adanya aktivitas tambang ilegal menjadi tantangan bagi perusahaan yang sudah patuh terhadap aturan.

Senada dengan Gita, Nisa Vidya, yang mewakili perspektif anak muda dan perusahaan, menekankan pentingnya melihat industri ekstraktif sebagai peluang dalam transisi menuju energi bersih. Mineral dan bahan baku dari industri ekstraktif sangat penting dalam mendukung transisi menuju energi bersih, seperti baterai untuk kendaraan listrik dan teknologi energi terbarukan. Kebutuhan terhadap mineral ini diprediksi akan terus meningkat hingga 2050, seiring dengan target transisi energi global. Beliau mengakui bahwa industri ekstraktif sering dianggap bermasalah karena dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat. Banyak kasus yang menunjukkan kerusakan lingkungan, seperti deforestasi, dan masalah sosial di sekitar lokasi operasi. Data dari ESG Sustainalytics menunjukkan bahwa sektor minyak, gas, dan mineral memiliki tingkat risiko yang tinggi, bahkan "severe." Oleh karena itu, pengelolaan yang baik menjadi kunci untuk memanfaatkan peluang ini tanpa merusak lingkungan.

Kerusakan lingkungan menjadi isu yang sering menjadi realitas yang dirasakan oleh masyarakat khususnya di sekitar tambang. Muhammad Arif, perwakilan masyarakat dari Desa Towara, Kabupaten Morowali Utara, mengisahkan bagaimana wilayahnya kini dikelilingi oleh tambang dan smelter yang sering kali membawa dampak lingkungan yang berat. Air sungai yang menjadi sumber kehidupan mereka berubah keruh, perkebunan tergantikan oleh area tambang, dan akses terhadap air bersih menjadi sulit. Meski demikian, masyarakat di sana tidak menolak keberadaan tambang. "Kami tidak anti dengan tambang," tegas Arif. "Yang kami minta adalah hak-hak kami sebagai masyarakat dipenuhi." Beliau menyayangkan minimnya transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Informasi terkait dampak lingkungan dan tata kelola tambang seringkali hanya dapat diakses melalui aksi demonstrasi. Bagi Arif dan komunitasnya, tambang seharusnya menjadi sumber kemakmuran bersama, bukan malah menjadi sumber ketimpangan sosial.

Rendahnya manfaat keberadaan industri ekstraktif dalam meningkatkan kemakmuran diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Poppy Ismalina, selaku akademisi Universitas Gadjah Mada mengungkapkan bahwa kontribusi sektor ekstraktif terhadap pendapatan negara memang signifikan, tetapi dampaknya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal masih sangat minim. "Tidak ada efek trickle-down ke masyarakat lokal," ujar Poppy. Meskipun sektor ekstraktif berkontribusi signifikan terhadap penerimaan negara (30–33% dari total pendapatan negara), dampaknya terhadap kesejahteraan lokal masih sangat minim. Penyerapan tenaga kerja lokal di daerah pertambangan tetap rendah, dan alokasi pendapatan daerah dari sektor ini sebagian besar digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah (80–85%). Beliau menyoroti perlunya redistribusi ekonomi yang lebih adil agar dampak positif sektor ini dapat dirasakan oleh masyarakat lokal. Oleh karena itu, beliau menekankan bahwa pengelolaan sektor ini perlu diiringi dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia agar masyarakat sekitar dapat turut menikmati hasil eksploitasi sumber daya.

Dari sisi advokasi, Aryanto Nugroho dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia menyoroti bahwa tata kelola tambang di Indonesia masih jauh dari ideal. Aryanto menyebut bahwa 90% izin tambang pada tahun 2014 hingga 2018 tidak memenuhi kewajiban jaminan reklamasi dan pascatambang. "Masalah utamanya adalah lemahnya pengawasan dan penegakan hukum," tegasnya. Beliau juga mengkritik kurangnya akses masyarakat lokal terhadap data tambang, yang menurutnya merupakan pelanggaran hak asasi manusia. “Bagi kami di gerakan masyarakat sipil, partisipasi akuntabilitas dan transparansi itu adalah bagian dari hak warga negara. Jadi ketika adik-adik (mahasiswa) bilang kita harus transparan itu berarti sebenarnya memperjuangkan hak-hak asasi manusia atau hak warga negara.”

Masalah: Kompleksitas Tata Kelola

Laila Khalid Alfirdaus sebagai akademisi Universitas Diponegoro memandang berbagai anomali dan masalah dalam tata kelola industri ekstraktif di Indonesia disebabkan karena adanya sistem politik yang oligarkis dan lemahnya tata kelola pemerintahan. Beliau menyoroti hubungan antara partai politik, politisi, dan kebijakan SDA, yang sering kali memperparah konflik di sektor ini. Konflik tambang sering kali muncul akibat minimnya transparansi dan keterlibatan masyarakat lokal. Dalam perspektif ilmu politik, industri ekstraktif sering dilihat sebagai "musuh bersama" karena berbagai masalah seperti perizinan, operasi, dan dampak lingkungannya. Dr. Laila menegaskan bahwa kunci dari semua itu adalah tata kelola (governance). Dengan tata kelola yang baik, dampak negatif dari industri ini dapat diminimalkan dan manfaatnya dapat dimaksimalkan. Beliau juga menyebutkan bahwa tata kelola menjadi landasan penting dalam mengelola industri yang sering dianggap bermasalah ini.

Upaya Menuju Transparansi dan Perbaikan Tata Kelola

Chrisnawan Anditya selaku Kepala Pusdatin Kementerian ESDM menekankan pentingnya transparansi dalam tata kelola sumber daya alam. Salah satu inovasi penting yang disampaikan adalah penggunaan sistem digital Simbara (Sistem Informasi Mineral dan Batubara). Simbara dirancang untuk mengintegrasikan data dari berbagai kementerian dan lembaga yang sebelumnya bekerja secara silo, menjadi sebuah sistem terhubung. Sistem ini bertujuan untuk memvalidasi legalitas kegiatan pertambangan, meningkatkan kepatuhan badan usaha terhadap aturan penggunaan NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara), dan memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan pendapatan negara yang diproyeksikan mencapai hingga Rp 71 triliun. Selain itu, sistem ini juga dirancang untuk memperluas cakupannya ke komoditas lain di luar sektor minerba, seperti kelapa sawit dan bahan tambang lainnya. Selain itu, pemerintah telah berupaya meningkatkan tata kelola, termasuk dengan mendirikan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum di bawah Kementerian ESDM. Direktorat ini nantinya akan bertugas memastikan bahwa perusahaan tambang mematuhi kewajiban mereka, termasuk jaminan reklamasi dan pascatambang

Tubagus Nugraha, perwakilan dari Dewan Ekonomi Nasional, juga menyatakan bahwa meningkatkan tata kelola sektor mineral dan batubara membutuhkan tiga pendekatan utama. Pertama, menangani tambang ilegal (illegal mining) dengan memberikan mekanisme atau akses ekonomi kepada masyarakat yang membutuhkan, sehingga mereka tidak perlu bergantung pada aktivitas ilegal. Kedua, memperkuat penegakan hukum dengan pendekatan law enforcement, di mana upaya ini harus dilakukan secara tegas untuk menindak aktivitas tambang yang dilakukan dengan motif jahat. Ketiga, mengimplementasikan layanan digital terintegrasi yang tidak hanya mempermudah administrasi, tetapi juga memastikan proses tata kelola lebih transparan dan efisien..

Namun demikian, Kapusdatin ESDM juga mengakui bahwa tantangan masih ada, terutama dalam hal pengawasan di tingkat lokal. Beliau mendorong kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sipil untuk menciptakan tata kelola yang lebih baik.

Secara keseluruhan, diskusi ini mencerminkan betapa kompleksnya isu tata kelola industri ekstraktif di Indonesia. Di satu sisi, industri ini memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan negara dan memenuhi kebutuhan energi. Namun, disisi lain, dampaknya terhadap masyarakat lokal dan lingkungan masih menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu diselesaikan bersama.

Kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, masyarakat sipil, dan komunitas lokal menjadi kunci untuk menciptakan tata kelola yang berkeadilan dan berkelanjutan dalam mencapai Indonesia emas 2045. Seperti yang disampaikan oleh salah satu pembicara, "Transparansi bukan tujuan akhir, tetapi langkah awal menuju tata kelola yang lebih baik." Dengan komitmen bersama, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alamnya tanpa mengorbankan masa depan masyarakat dan lingkungannya.

Selengkapnya, kegiatan Ekstraktif Transparency Day dapat dilihat pada tautan berikut: